Pengusaha properti sudah tidak asing lagi bagaimana tahapan membeli tanah, dalam hal ini saya ingin berbagi barangkali ada yang belum diketahui dan apabila sudah, anggap saja sebagai pengingat.
Pertama, Pelajari adat setempat terkait kebiasaan jual beli tanah. Kenapa? Hukum agraria yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat.
Pada jaman Belanda, kepemilikan tanah dibagi menjadi tanah adat dan tanah barat atau Belanda.
Untuk catatan kepemilikan tanah eks Belanda, catatan tersebut tersimpan di Kantor Pertanahan. Sedangkan catatan buku C ada di desa, kelurahan atau kecamatan dimana Kikitir atau Girik tersebut di keluarkan.
Kedua, persiapkan dokumen/akta pernyataan sebagai berikut:
1. Surat keterangan tidak sengketa tanah dan diatasnya (bangunan dan pohon)
2. Surat keterangan tidak sengketa perbatasan tanah
3. Surat keterangan sedang tidak pernah diperjualbelikan dan tidak sedang menjadi jaminan kepada pihak manapun
4. Surat keterangan persetujuan ahli waris
5. Surat keterangan tanah dan diatasnya diperoleh dengan cara sah.
Ketiga, apabila ada perbedaan nama dalam sertipikat tanah dengan identitas pemegang, maka perlu ditanyakan dan diminta AJB antara pemilik sebelumnya dengan pemegang sertipikat saat ini serta diminta dokumen/akta seperti pada nomor 2 (dua) diatas, hal ini untuk menghindari gugatan dari pihak atau ahli waris pemilik sebelumnya.
Keempat, mendatangi kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) setempat. Sesuai Pasal 34 PP No. 24 Tahun 1997, lembaga ini akan mengecek keaslian sertifikat berdasarkan peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, dan buku tanah.
Kelima, apabila berupa tanah girik. Dokumen/akta yang perlu dipersiapkan sama dengan nomor 2 (dua) diatas dan ditambah
1. Surat Keterangan Riwayat Tanah, yang menceritakan riwayat penguasaan tanah dari masa awal hingga saat ini.
2. Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik yang berguna untuk memastikan bahwa pemohon menguasai bidang tanah tersebut. Surat ini dibuat oleh pemohon dan diketahui oleh lurah atau kepala desa.