PERJANJIAN MENGGUNAKAN BAHASA ASING, BATALKAH?

PERJANJIAN MENGGUNAKAN BAHASA ASING, BATALKAH?

Pertanyaan:
Apakah menggunakan bahasa asing dan/atau istilah asing didalam perjanjian, dapat berimplikasi batal?

Jawaban:
Sebetulnya penggunaan bahasa asing dan/atau istilah asing akan memunculkan kekhawatiran muncul terutama terkait dengan ancaman pembatalan terhadap kontrak-kontrak yang dibuat dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia.

Kekhawatiran pembatalan tersebut saya kira adalah hal wajar dikarenakan UU mengatakan demikian bahwa perjanjian wajib menggunakan bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indonesia juga dilakukan dengan pihak asing vatau negara lain, apabila perjanjian tersebut dilakukan di wilayah negara Indonesia. Tetapi juga boleh menggunakan bahasa asing pihak yang melakukan perjanjian.

Penggunaan bahasa asing asal negara yang melakukan perjanjian dan juga boleh menggunakan bahasa internasional seperti bahasa Inggris. Tetapi penggunaan bahasa asing sebaiknya menggunakan ahli bahasa yang tersumpah.

Pembuatan perjanjian dengan dual bahasa juga perlu memperhatikan tafsir yang akan dipegang oleh para pihak. Tidak jarang para pihak bersengketa hanya karena ada perbedaan dalam menafsirkan suatu ketentuan dalam perjanjian, sehingga para pihak perlu menyepakati bersama pada saat proses awal pembuatan perjanjian terkait bahasa yang akan digunakan untuk menafsirkan perbedaan maksud yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan perjanjian.

Sedangkan dalam menggunakan istilah-istilah asing dalam perjanjian sebaiknya dihindari dikarenakan akan memunculkan banyak tafsir. Misalnya karena ingin terkesan perjanjiannya sesuai syariah kemudian menggunakan istilah yang tidak dipahami para pihak, hal ini justru dapat merugikan para pihak.

Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: (a) adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; (b) kecakapan para pihaknya; (c) adanya objek tertentu yang diperjanjikan; dan (d) suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, dimana pelanggaran atas dua hal ini akan menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan.

Sedangkan ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, jika dilanggar menyebabkan perjanjian batal demi hukum. Penggunaan bahasa Indonesia, menurut pendapat sementara saya masuk kedalam “sebab yang halal”.